Jumat, 06 November 2009

Cicak vs Buaya

bingung cicak ma buaya, ketemunya tepuk tangan koruptor. Rumit, kalo motifnya gak naek2 dari kebutuhan dasar.

Sabtu, 31 Oktober 2009

Cinta: Kesabaran yang Berwajah Manis



Orang bilang cinta itu rumit. Bener, mungkin. Kalo gitu disederhanakan saja... Einstein bilang, kecerdasan seseorang terlihat ketika menyederhanakan yang rumit. Pada kenyataannya, kalo kita mikir terlalu rumit dan mengawang-awang, cinta hanya jadi bumerang yang bikin orang sulit bersyukur dengan kekurangan pasangan, walimah yang ribet, dan pernikahan yang pengennya serba manis dan sempurna.

*Seorang teman (dan juga ayah bagi anaknya) mengatakan kepada saya, kesabaran seseorang sesungguhnya hanya terlihat jika ia telah memiliki bayi. Mungkin ketika harus bantu nyuci popok, bangun buat menyediakan air panas, minimal menemani istrinya yang mulai terlihat kantung matanya yang menggelap.

*Seorang ibu menahan pegal-pegal yang rutin di punggung, di perutnya, ketika mengandung dan setelah melahirkan (nifas).

*Lagi-lagi seorang ibu bangun di tengah malam, menyusui, meninabobokan anaknya kembali. Dan sekali pernah saya tanyakan kepada kakak, "Mbak, enak gak sih punya bayi?", "capek...", katanya. Benar, batin saya. Cz kelihatan banget hari demi hari aktivitasnya.

*Dan lagi-lagi seorang ibu harus bersabar karena anaknya yang beranjak dan mulai rewel dengan keberadaan sibling-nya. Mulai mbandel... Apalagi Bapaknya (baca: suaminya)...hehe :p

*Di lain tempat, seorang sahabat bahkan rela mendengarkan keluh kesah sahabatnya yang lain. Mendengarkan dengan ketulusan dan tanpa mencela.

*Di lain waktu, seorang abid sempurna rela untuk menjalani kehidupan yang penuh kebaikan dan ibadah. Berjalan dengan telaten di atas onak dan duri medan dakwah.. Dan Muhammad SAW telah membuktikan kesabaran itu dengan kecintaannya kepada Allah.

Dan mengapa beberapa orang mau dan rela untuk bersabar seperti itu? Capek, meletihkan, pegal, tapi tetep dijalanin, tetep senyum dan seneng... Tak lain karena cinta memang kesabaran yang berwajah manis.
Karena juga sebaliknya. Sabar, yang orang bilang rasanya pahit, akan dijalani dengan manis jika dimaknai dengan cinta...
sesederhana dan sesulit itu ketika mereka menjalani cinta.. wallahua'lam wastaghfirullah.

Jumat, 21 Agustus 2009

Duhai Allah, Ramadhan-kan Hamba...

Ya Allah, Ramadhan ini... Tasbih ini
Tarawih ini
Sahur kami ini
Tilawah kami
Ikhtiar terhadap diri ini
Lapar dan haus kami
Pandangan mata kami
Pendengaran dan ucapan kami
Lemas kami
Kesturi kami yang Kau janjikan
Kedekatan hati kami
Cinta di hati kami
Peduli kami ini

Ya, Allah semua keindahan ini
semua yang Engkau Perindah di diri kami
Allahumma innaka afuwwun tuhibbul afwa fa' fu'anna...

Ya Allah, Robb kami
untuk setiap orang yang Engkau cintai
setiap orang yang meminta afuw.. yang meminta maaf kepada-Mu
kuatkanlah, tetapkanlah dalam sayang-Mu Robbi...

Ya Allah, Yang Menguasai Jiwa kami
Perindahlah hati kami
Akhlak kami
Ucapan dan perbuatan kami

Wahai Robb, rumah perasaan kami ini
Buatlah diri ini nyaman dalam kamar-kamar perasaan kami
Buatlah diri ini menikmati tanpa pilih di setiap ruangnya

Kamar kesedihan kami
Biarkan kami masuk dan tunduk dalam kesedihan
Dalam kegelapan tafakur di sini
Dan semakin besar kerinduan kepada-Mu, Allah

Kamar Kebahagiaan kami
Biarkan kami tetap melihat cahaya
Dalam cerahnya syukur yang dirasa
Dan semakin besar kecintaan kepada-Mu, Robbi

Kamar kesenangan kami
Biarkan Ya ALlah, tanganMu yang lembut merengkuhku
Dalam hangat cinta-Mu
Dalam kesenangan bersama-Mu
Buatlah hati kami merindu-Mu

Robbi, jika Engkau mengizinkan kami bertemu dalam Takbir-Mu
Jadikanlah hamba sesuci fitrah dari-Mu
Dan setiap hembusan nafas ini...
Ramadhan-kan selamanya hati hamba
Untuk cinta-Mu
Untuk orang-orang yang mencintai-Mu
Untuk orang-orang yang membuat hamba mencintai-Mu

Amin, Duhai Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang


(ichsan's August, 2009)

Selasa, 18 Agustus 2009

Teroris Media yang Miris

apa yang Anda rasakan ketika menonton aksi pengerusakan, tawuran, atawa penggerebekan?

praktis denyut jantung Anda meningkat, aliran darah mengalir cepat, dan kemarahan menanjak. Tahukah Anda ekspos media saat ini demikian merisaukan sekaligus tak mendidik?

Ketika Anda menonton penggerebekan rampok atau paling mudah yang terakhir, penggerebekan teroris paling 'bodoh' (maaf) yang pernah saya lihat, yang kemudian Anda rasakan adalah hanyut dalam kebencian terhadap objek.

Anda akan mendengarkan banyak caci maki dari mereka yang nonton bareng. Penonton dikondisikan dalam stress dan keadaan ini berlangsung selama suasana duka. Anda akan terpicu untuk ikut membenci, Anda akan terseret dalam arus perasaan negatif yang tak sehat. Maka, tidak heran banyak orang mengatakan malas membaca atau menonton berita di media, membahasnya, apalagi yang vulgar, karena merasa korban dijadikan obyek saja dan terus diingatkan pada kejadian menekan.

Aktivitas intel kepolisian kita memang patut diacungi jempol, hingga mampu 'meniteni' lokasi teroris terakhir. Tapi endingnya mengecewakan, bukan hanya Noordin yang tak tertangkap tetapi juga cara mereka memerangi Mr.X di dalam. Well, Densus 88 terkesan pengecut, tak terampil.

Seharusnya mereka tahu berapa orang yang di dalam, dan apa tindakan selanjutnya. Yang ada, tembakan membabi buta, padahal situasi sudah jelas (karena teknologi robot). Memerangi teroris dengan cara seperti ini menghabiskan energi penonton. Anda bayangkan 12 jam lebi non stop!

Kalau mau dicari matinya, kenapa tak lantas di bom saja itu rumah? Toh akhirnya polisi pakai cara "hajar bleh" pakai pistol tanpa arah persis seperti teroris juga. Di bom tak perlu menguras energi negatif penonton selama 12 jam lebih.

Tayangan-tayangan semacam ini hanya akan membangkitkan kebencian, permusuhan, adu domba, dan saling mencurigai dalam tubuh umat. Orang pakai cadar, dibilang istri teroris. Pakai jenggot disebut calon teroris.

Padahal Profesor Sarlito pernah berpendapat di Kompas, bahwa mereka--para teroris itu--tak seharusnya dibenci. Sebab teroris itu juga bekerja atas dasar kebencian terhadap Amerika dan Israel, Ketidakadilan Global, plus perasaan rendah diri tentang keadaan umat Islamnya. Kalau begitu, apa bedanya kita dengan mereka?

Kebanyakan mereka juga justru orang yang baik, taat beragama, peduli dengan keluarga, bahkan membawa perubahan di penjara. Mereka hanya orang-orang yang salah jalan, salah ijtihad. Mereka korban cuci otak kaidah pemahaman Al-Qaidah, organisasi misterius dengan Osama yagn juga misterius (Syaikh, bukan Ulama juga bukan. Konon Osama adalah mantan agen CIA). Kita membenci perbuatannya, tapi tidak membenci orangnya, apalagi main stigma.

Dan media tampaknya harus punya kejelian yang lebih, dalam hal inteligen psikologi massa. Intelijen media ini penting untuk mengetahui akibat yang ditimbulkan pre dan post penayangan. Sebagaimana profesional jurnalistik yang beretika. Semoga saja...

Doa

Allah... Engkau Maha Tahu apa yang tengah ku hadapi...
Engkau tengah mempersiapkan ku untuk anugerah-Mu

Maka, tambahkanlah juga kesabaran itu Robb.
Buatlah aku layak untuk kejutan-Mu,
untuk keajaibanMu,
untuk cintaMu

Engkau yang mempermudah apa-apa yang sulit
Engkau yang mengganti cinta menjadi benci
Engkau yang menguasai segala kuasa
Engkau pula yang menguasai jiwa kami
Engkau pula yang menjadikan kami ikhtiar kepada-Mu

Buatlah pengalaman ini, kesedihan ini, kebahagiaan ini sebagai pintu syukur yang mendalam wahai sebaik-baik Yang Mensyukuri... AMIN

Selasa, 04 Agustus 2009

'Pelajaran' dari Mereka yang Disebut 'Teroris'


bikin geger.. tapi teror tetaplah teror. Seperti yang dikatakan Goenawan, ia akan mati karena tak punya harapan.

Mereka yang disebut 'teroris', melakukan untuk sesuatu yang ada di kepala mereka. Mereka melakukan dan berkorban untuk apa yang menjadi keyakinan mereka. Katakanlah keyakinan akan surga, misi jihad, atau apapun bagi mereka sebut sebagai solidaritas sesama muslim, perjuangan pembebasan, dan nilai-nilai luhur lainnya.

Anda bisa bayangkan, orang akan rela melakukan apapun untuk sesuatu yang dianggap luhur. Cinta, solidaritas, keimanan, atau apapun yang manusia anggap luhur--seberapapun keliru caranya. Orang berani rela bunuh diri karena pacar ('cinta'), pelajar bisa tawuran atas dasar 'solidaritas', dan suicide bomber bisa berbuat itu atas dasar 'ibadah'.

Bukan pula rahasia umum bahwa para pelaku bom di Indonesia adalah 'alumni' mujahidin afghanistan. Mereka yang rela meninggalkan keluarga, tanah air, kekayaan mereka untuk sebuah semangat membela saudaranya. Ketahuilah, mereka punya kemampuan itu, mereka punya senjata itu. Mereka ingin nilai luhur syahid, keluhuran nilai hidup yang dominan di kepala mereka.

Sedangkan polisi, pemerintah, atau tentara kita? Politisinya? Pendidikannya? Atas dasar apa berbuat? Atas keluhuran apa mereka bekerja? Sayapun jadi teringat rupiah sejumlah 60 juta, 100 juta, 200 juta untuk menjadi PNS, polisi, atau jaksa di sebuah provinsi. Saya jadi teringat hipokritnya lembaga pendidikan pesantren tertentu menjual suara santrinya untuk calon gubernur tertentu, calon presiden tertentu, atau parpol tertentu. Saya jadi malu seribuan rupiah, dua ribuan lusuh untuk masjid, sementara 50-100 ribu wangi untuk Starbucks dan makanan anjing. Saya jadi bingung 80% muslim yang zakatnya tak mampu memberantas kemiskinan, bahkan minoritas secara ekonomi. Sayapun jadi heran polah 'muslim liberalist' yang tak pernah beranjak dari membela minoritas umat dari sisi jumlah kepada pembelaan minoritas umat dari sisi ekonomi.

Di sisi lain, saya jadi teringat betapa mirisnya nasib segelintir orang yang ingin mewujudkan keberagamaan yang baik, atau menjadikan agama sebagai panglima mereka, lalu menjadi terasing diantara lautan kemaksiatan massal di masyarakat. Saya jadi teringat betapa terpinggirkannya orang-orang itu hingga kemarahan mereka menjadi kekerasan, lalu dimanfaatkan pihak lain, dan meledak menjadi musibah karena mereka tak tahu cara lain mewujudkan cita-citanya. Karena tak ada pihak lain yang peduli pada cita-cita mereka. Saya yakin, mereka adalah orang-orang yang frustrasi.

Dan tampaknya kita memang perlu belajar dari 'teroris' itu, terlepas dari keliru dan kejamnya cara mereka. Tentang berbuat atas dasar apa yang ada di kepala. Bukan untuk perut, semangat untuk memiliki bukan memberi, atau karena gaji, jabatan, uang damai, dan beberapa kebiasaan buruk itu. Karena polisi dan pemerintah kita takkan berdaya menghadapi mereka jika tak mulai meninggikan nilai-nilai luhur di kepala. Seberapapun canggih senjata dan pertahanan kita.

Kita terancam musibah yang lebih besar lagi. Karena bahaya itu kita yang mulai; WAHN. Cinta dunia takut mati. inna lillahi wa inna ilaihi raji'un...

Meskipun begitu, saya masih bertahan memimpikan nilai-nilai luhur itu. KEDAMAIAN, KESEDERHANAAN, KEADILAN, KESEJAHTERAAN. Saya memimpikan kita semua berbuat atas dasar itu; CINTA, SOLIDARITAS, KEPEDULIAN. Saya memimpikan pemimpin yang punya keluhuran KEBIJAKSANAAN, KEADILAN. Saya menginginkan pegawai dan aparat yang berbuat atas dasar KEJUJURAN, IHSAN (profesional), PELAYANAN. Saya yakin, kita akan sampai... Kita akan "meledak", dengan semangat yang sama, tapi dengan prestasi. Jangan kalah dengan 'teroris' itu.

Sekali lagi, berbuatlah untuk apa yang ada di kepala kita. Bukan untuk perut alias nafsu kita. Karena niatmu adalah kesejatian dirimu...

wallahu a'lam wastaghfirullah.

Duka Cita

Selamat jalan Mbah Surip...

Anda menawarkan banyak kebaikan, kejenakaan, kesederhanaan, kejujuran.

Semoga amal Anda diterima di sisi-Nya... Amin.

Kebahagiaan dalam Sebiji Badam

Tubuh kita telah dirancang untuk mengalami berbagai perasaan, termasuk juga kebahagiaan. Cobalah untuk berjalan dan ambil (semisal) secangkir teh di atas meja kamar atau dapur. Berjalan perlahan, perhatikan bagaimana langkah kaki itu bergerak, tangan menyeimbangkan, mata memperhatikan. Kulit dan rambut merasakan gesekkannya dengan udara. Bahkan salah satu bagian di kepala kita berusaha agar kita tak sempoyongan. Dan itu semua takkan terjadi jika otak kita tak berkehendak atau tenggorokan dan perut tak mengatakan bahwa kita tengah haus. Satu tindakan sederhana yang sesungguhnya teramat rumit.

Lalu perhatikan bagaimana Anda melangkah dan mencari tempat di mana harus duduk, menyeruput sedikit demi sedikit, menghirup aromanya, lalu berbagai sensorik di tubuh menyampaikan dan menyimpulkan kepada otak Anda bahwa itu adalah teh melati yang hangat dan manis. Perasaan Anda mengatakan, “Anda menyukainya.” Jika Anda merasa nyaman, maka Anda mendapat perasaan dari pengalaman minum teh itu. Tahukah Anda di mana perasaan itu “berada”? Ia “ada” di salah satu sudut otak kita, ia sebesar biji badam (kacang almond), bernama amigdala.

Sedih, senang, kecewa, marah, yang semuanya adalah respon amigdala. Ia bekerja berdasar pesan dan asosiasi. Ia merespon berbagai pesan dari luar (eksternal—teh) tapi tak sedikit pula respon dari berbagai interpretasi, rekayasa, dan dugaan pikiran-pikiran kita (internal). Sedih, senang, kecewa, marah, adalah hasil interpretasi dan reflek dari amigdala.

Dan kemudian betapa sering kita melupakan ada tidaknya amigdala kita. Kita lupa mengatakan syukur karena keberadaan amigdala untuk kenyamanan, sensorik di lidah untuk manis, kulit, kekuatan kaki, atau bagian otak sebesar biji beras di dekat telinga agar kita tak berjalan sempoyongan. Benar adanya orang bijak mengatakan tak perlu jauh-jauh mencari keluar, kebahagiaan itu ada di dekat kita. Bahkan seringkali lebih dekat dari urat leher kita. Tuhan Sang Pencipta Jiwa.

Kebahagiaan banyak sekali muncul karena fungsi-fungsi tubuh kita masih sehat. Tapi seringkali kita lupa untuk berterima kasih bahwa kita menikmati itu semua karena kita mempunyai tubuh. Tempat ruh kita menumpang. Kita seringkali lupa berterima kasih pada amigdala dan kawan-kawannya lantaran kita memang seringkali lupa pada diri sendiri.

Banyak hal sederhana yang bisa membangkitkan kebahagiaan. Tapi sayang, begitu asing diri ini pada jiwa sendiri. Terlalu asing diri ini pada tubuh sendiri. Betapa luarbiasanya tubuh kita hidup, dan betapa sedikit kita memberi perhatian. Pun begitu bagi jiwa, betapa sering ia mencari keluar, padahal mutiara itu ada di dalam.

Amigdala dan kawan-kawan hanyalah sedikit bukti betapa kita begitu sempurna diciptakan. Karena siapapun tahu bahwa kita dulu tak lebih dari air hina yang dipancarkan lalu Allah menyempurnakan ciptaan-Nya. Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apapun, dan Allah memberi pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur (QS. An-Nahl: 78). Allah menciptakan tak lebih agar kita memperoleh kebaikan dan bahagia. Kebahagiaan yang penuh makna. Kebahagiaan sesungguhnya, yang sebesar ‘biji badam’ itu, bernama syukur. Wallahu a’lam

Senin, 30 Maret 2009

Memahami Psikotest Seleksi Kerja? yuuu' (2)

Setelah Anda memahami dasar untuk mengerjakan psikotes, sekarang kita memahami beberapa alat test yang mungkin dihadapi.

Oke, ini hanya garis besarnya saja. Dan saya sarikan berdasar logika sederhana saja, bukan teori. Pada umumnya, psikotest seleksi kerja terbagi menjadi dua macam, yaitu
Inteligensi dan Personality test termasuk juga Aptitude Test

First, Intelligence Test. Biasanya terkategori sebagai Power Test. Tes semacam ini digunakan untuk membandingkan Anda semua dengan kandidat lain plus mengukur seberapa kuat potensi Anda secara intelektual. Tujuannya? Meyakinkan lembaga dan perusahaan seberapa mampu Anda secara intelektual bekerja pada mereka. Kemampuan di bawah standar yg mereka tetapkan otomatis gugur. Ciri yang paling jelas dari power test ini adalah adanya kaidah "benar/salah" dalam jawaban. Coba deh dengarkan instruksi tester. Kalau mereka mengatakan adanya jawaban benar dan salah, berarti itu bagian dari power test. Apalagi kalau waktunya terbatas. Nah, oleh karenaya jika Anda banyak benarnya dan sedikit salahnya, Anda bakalan punya poin tinggi. Itulah yg dimaksud POWER atawa kekuatan Anda!

Hal lain yang perlu Anda ketahui, kemampuan intelektual yang diukur dalam tes seperti kemampuan verbal (bahasa), matematis, spasial (bangun ruang), logika deduksi-induksi, dan semacamnya. Bocoran nih, untuk beberapa perusahaan tidak ada standar yang mereka tetapkan. Tapi berdasarkan kuota. Psikotes semacam test IQ ini dimanfaatkan untuk memapas--biasanya--setengah dari aplicant/testee di awal. Humm..., kejam juga ya.
Tes Intelegensi yang mungkin Anda dapatkan biasanya CFIT, IST, APM. Meskipun tak termasuk tes IQ, kemampuan matematis dalam Kraeplin/Pauli menggambarkan sikap kerja. Karena keduanya termasuk mengukur kekuatan. Yaitu keajegan, ketelitian, dan daya tahan.

Second, Personality Test. Personality Test atawa tes kepribadian ini berusaha untuk menggambarkan kepribadian Anda utuh. Perhatikan apa yg diperintahkan tester. Jika mereka memberi penjelasan bahwa tidak ada "benar/salah", maka itu termasuk bagian dari tes kepribadian. Berbeda dengan tes intelegiensi, tes kepribadian ini tidak mengenal benar dan salah. Semua jawaban pada dasarnya bersifat bebas nilai (netral) meskipun memiliki indikasi psikologis. Nah, sederhananya barangsiapa yang kepribadiannya cucok dengan pekerjaan yang ditawarkan, sesuai dengan yang dipengin perusahaan, maka besar kemungkinan mereka direkomendasikan.

Catet, direkomendasikan itu bukanlah keputusan Anda diterima. Karena psikotes seleksi kerja bukanlah sesuatu yg final bukan? Masih ada interview dengan Management atau Owner dan Medical Check Up yang akan Anda hadapi.

Tes Kepribadian dan Aptitude mungkin berupa DISC, BAUM-DAM, Wartegg, PAPIKostick, EPPS, etc

Oke, sementara segitu. Lain waktu kita bahas masing-masing contoh alat tes. See ya!

Sabtu, 28 Maret 2009

Situ Gintung: Wisata Kesedihan yang Menumbuhkan



"Ketika kepenatan metropolitan semakin sesak, ketika tiada lagi tempat untuk menghirup segarnya udara pagi,

Disini,

di Pulau Situ Gintung

Kami memberikan kebebasan kepada anda untuk menghirup segarnya udara kami, ditengah-tengah rimbunnya hutan kota yang dikelilingi oleh riak air danau.

Disini,

tempat burung-burung bernyanyi riang dan harum rumput masih tercium."



Demikian petikan yang saya dapatkan langsung di situs web pengelola Situ Gintung. Kawasan ini berada di wilayah Kota Tangerang Selatan. Sebuah daerah pemekaran baru di provinsi Banten. Tapi keberadaannya sudah semenjak tahun 30-an. Jaman kompeni belanda masih bercokol di tanah air.

Anda dapat menikmati suasana camping, family gathering, pesta kebun, outbound, olah raga tenis, pemotretan, video shooting, video klip, iklan atau aktifitas lain yang Anda inginkan. Tempat wisata yang demikian indah itu kini rusak. Oleh tangan jahil manusia? Katakanlah tanam paksa ketika Situ itu mengering. Tak urung sang punya tangan, yang punya wewenang memperlakukan mereka bak anak kecil di tahun 60-an. Tanggul telah menunjukkan dirinya yang rapuh, yang harus diperbaiki.

Di Situ Gintung, kini kepenatan warga Jakarta dan Tangerang berganti dengan tangisan. Kesegaran itu menjadi amis kesedihan yang berbalut lumpur. Onggokkan tubuh dan rumah dan batang pohon pisang ataupun mobil yang ringsek menjadi perhiasan. Menggantikan riang itu... Menjadikan Situ Gintung liang air mata dan juga kubangan bukti. Betapa besar kekuatan Alam, betapa besar kuasa-Nya.

Dan air bah itu kemudian datang begitu saja. Mereka bingung karena dianggap bencana. Mereka hanya datang dan menyapa penduduk sebagai tetangga. Dan lagi-lagi manusia mengatakan kepada air bah sebagai bencana.

Dan air bah mencoba menyapa dengan sifatnya yang lembut. Betapa taatnya kepada sunatullah.... bahwa kewajiban mereka untuk mendatangi derajat yang merendah, bahwa kewajiban mereka mengisi kekosongan--emptiness, mereka hanya memperlakukan lingkungannya dengan caranya mengadaptasi. Dan lagi-lagi manusia mengatakan kepada air bah sebagai musibah.

Padahal, bukankah justru manusia yang teramat sering mengingkari sunatullah? tak mendatangi mereka yang rendah, miskin, sakit? tak mengisi hati mereka yang kosong? dan tidak pula mengadaptasi lingkungan? Dan lagi-lagi manusia mengatakan kepada musibah sebagai kemarahan Tuhan.

Dan Ibukota pun tak aman dari Tsunami yang tak hanya di pantai...
Wisata Situ Gintung, wisata kesedihan yang menumbuhkan hati nurani. Semoga...


Kunjungi saja:
Jl. Kertamukti
Pisangan Raya No. 121 Cirendeu, Ciputat
Tangerang 15419 Banten
INDONESIA

Susah Kali mau OL

weh, dah lama gak OL di blog... maklum, ngenet masih harus pake warnet. huh, berharap cepet april, kabarnya biaya akses "dirasionalkan" dengan tjara diturunkan saksama.. heheh kabar baik.

Selasa, 17 Maret 2009

Memahami Psikotes Seleksi Kerja?, Yuu' (1)

Psikotes saat seleksi kerja seringkali menjadi sesuatu yang menakutkan bagi pelamar kerja. Tak perlu Anda, sahabat saya yang seorang sarjana psikologi pun mengatakan demikian. "Mendingan langsung wawancara, unjuk kemampuan, kerja" gitu katanya.

Tapi, psikotes diyakini sebagai sesuatu yang perlu. Mengapa? Biar hasilnya seleksinya meyakinkan. Itu bagi tester. Nyatanya, dari setiap pelamar kerja selalu ada perbedaan hasil kok. Ada pelamar yang hebat di sisi verbal, matematis, kemampuan kerja kelompok, dan sebagainya. Dan banyak perusahaan termasuk perusahaan besar memanfaatkan keunggulan psikotes. Anda tak perlu memungkiri itu. karenanya perlu kiranya kita memahami apa itu psikotes. Betul?

Saya termasuk orang yang makan banyak garam dalam mengikuti tes--selain juga mengetahui beberapa alat tes (kan sarjana psikologi, halah!). Ada beberapa hal yang perlu diketahui dari psikotes. Sebagai permulaan, ada beberapa tips memahami sekaligus mengerjakan psikotes. Semoga Anda bisa menjadi testee yang baik. Kita simak? yuuu..

1. Persiapkan Diri Sebelumnya; Beberapa perusahaan melakukan seleksi test secara marathon. Kadang dari pagi hingga sore. Maka barangsiapa yang menyiapkan fisik secara baik, dimungkinkan ia mampu berkompetisi. Kesehatan memang bukan segalanya, tapi segalanya akan sulit tanpa kesehatan. Betul? So, siapkan diri, sarapan, rajin olahraga rutin. O, iya. Jika diminta untuk membawa alat tulis seperti pensil HB dan semacamnya, bawalah. Dijamin, jika Anda lupa membawa ketika test, anda akan menyesal. Ya iyaa lah..

2. Waspadai Batasan Waktu; Ada beberapa test yang membatasi waktu test. Jika tester mengatakan waktunya terbatas, maka kerjakanlah sebaik mungkin dan secepat mungkin. Boleh jadi itu adalah Power-Test. Yaitu test untuk membedakan kemampuan/kekuatan seseorang. Dalam test kerja berarti yang membandingkan kekuatan satu orang dengan yang lain. Biasanya yang diukur adalah intelektualitasnya. Test semacam ini biasanya ada jawaban "benar" dan "salah". Bisa dibilang kompetisi gitu deh.

3. Ikuti perintah Tester; Kunci sukses dalam memahami psikotes adalah kita memperhatikan dan mengikuti apa yang diharapkan tester. Jika kita diperintahkan untuk menggambar pohon, gambarlah pohon dengan baik. Anda tak perlu memikirkan sisi estetikanya. Yang penting Anda jujur dalam menggambar. Jangan sekali-kali melanggar aturan yang diberikan. Jika Anda diminta menghitung dari atas ke bawah, lakukan! Untuk psikotes, "kreativitas" Anda sedikit dikurangi. Kecuali untuk strategi.

PWI... Persiapkan, Waspadai, Ikuti. Itu tiga tips pada kesempatan ini. Lain waktu kita bisa membahas apa saja macam-macam alat test. Ada test kepribadian ada pula test intelektual. Penasaran?

Kamis, 12 Maret 2009

Gambar Lutchu


kecelakaan tragis....




For Blogger...

Selasa, 03 Maret 2009

Penghuni Syurga

Seorang yang teramat mulia pernah menceritakan pengalamannya belajar dengan sang guru tentang sifat penghuni syurga. Ia bernama Anas bin Malik. Beliau adalah murid dari seorang guru yang juga Nabi. Yaitu Muhammad saw. Kemudian, Anas bin Malik pun meriwayatkan sabda beliau.

Anas bercerita, “Pada suatu hari kami duduk bersama Rasulullah saw, kemudian beliau saw bersabda: ‘Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni syurga’. Tiba-tiba munculah laki-laki dari kalangan Anshar yang janggutnya basah dengan air wudhunya. Dia mengikat kedua sandalnya ada tangan sebelah kiri.”
Esok harinya, Rasulullah saw. Berkata begitu juga, “akan datang seorang laki-laki penghuni syurga.” Tak lama munculah laki-laki yang sama. Begitulah Nabi Saw mengulang sampai tiga kali. Ketika majelis Rasulullah saw selesai, Abdullah bin Amr bin Ash ra mecoba mengikuti lelaki yang disebut oleh Sang Nabi saw sebagai Penghuni Syurga. Abdullah pun berkata kepadanya, kepada sang lelaki syurga itu, “Saya ini bertengkar dengan ayah saya dan berjanji kepada ayah saya bahwa selama tiga hari saya tidak akan menemuinya. Maukah kamu memberi tempat menginap buat saya selama hari-hari itu?”

Singkat cerita, Abdullah tinggal dan tidur di rumah lelaki itu selama tiga malam. Abdullah ingin mengetahui ibadah apa yang dilakukan orang itu sehingga Rasulullah saw menyebutnya sebagai penghuni syurga. Tetapi ternyata Abdullah tidak menemukan sesuatu amalan yang dianggap istimewa dalam ibadahnya.

Abdullah pun berkata, “Setelah lewat tiga hari aku tidak melihat amalannya sampai-sampai aku hampir meremehkan amalannya, lalu aku berkata ‘Hai hamba Allah, sebenarnya aku tidak sedang bertengkar dengan ayahku, dan tidak pula aku menjauhinya. Tetapi aku mendengar Rasulullah saw berkata tentangmu sampai tiga kali, akan datang seorang diantaramu sebagai penghuni syurga. Aku ingin memperhatikan amalanmu supaya aku dapat menirunya. Semoga dengan amal yang sama aku mencapai kedudukanmu.”

Lalu lelaki syurga itu berkata, “Yang aku amalkan tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan. Demi Allah, amalku tidak lebih daripada apa yang engkau saksikan itu. Hanya saja aku tidak pernah menyimpan pada diriku niat yang buruk kepada kaum muslimin dan aku tidak pernah menyimpan rasa dengki kepada mereka atas kebaikan yang diberikan Allah kepada mereka.” Lalu Abdullah bin Amr berkata, “Beginilah bersihnya hatimu dari perasaan jelek terhadap kaum Muslim, dan bersihnya hatimu dari perasaan dengki. Inilah tampaknya yang menyebabkan engkau sampai ke tempat yang terpuji itu. Inilah yang tidak pernah bisa kami lakukan.”

Sabtu, 28 Februari 2009

Yang Baru Gila

akhirnya saya menemukan kalimat itu!

Di suatu pagi, ketika mata masih belek (dikit kok), mulut masih bau naga, tapi pikiran masih penuh dengan ketenangan, dan--biasa--'adik kecil' lagi semangatnya (penting ya diomongin?), saya mendapat judul pas buat blog saya....

"Di Ambang Kegilaan". Itu dia, pengganti Bambu Bubrah. Muncul lantaran semalam sebelumnya baru baca Spiritual Capital Danah Zohar dan Ian Marshall.

Bahwa untuk mencapai transformasi spiritual ada beberapa syarat yang harus dikuasai. Maqom yang paling mendasar adalah kesadaran akan diri, pengenalan diri. Namun saya mulai tertarik ketika Zohar & Marshall menjelaskan tentang 'maqom' spiritual Generativitas. Seorang master memang harus menguasai paradigma yang dipegangnya. Tapi seorang dengan tingkatan Generativitas, Pengabdian yang Lebih tinggi, harus mampu kreatif, inovatif, nggilani, bahkan membongkar paradigmanya sendiri dan menggantinya dengan yang lebih baik.

Singkat kata, untuk itulah saya mulai harus 'gila', mulai mencipta, berusaha kreatif, dan mengganti judul blog ini. Konon, dalam studi tentang frekuensi aliran listrik di otak, antara orang gila dan orang kreatif itu berbeda tipis tingkatan frekuensinya. Maka, jika saya tak mampu jadi 'gila', and simply having some madness, di ambang kegilaan saja sudah cukup.

Oleh karenanya, selamat menikmati blog orang yang berada di ambang kegilaan ini. Semoga menjadi sarana transformasi spiritual bagi kita semua. Amin.

Sabtu, 21 Februari 2009

Pasien dan Dokter (1)

percakapan antara dokter dengan seorang pasien yg terkena muntaber.

Dokter : Sakit apa?

Pasien : Anu dok, mual-mual dan muntah-muntah...

Dokter : Buang air besarnya bagaimana?

Pasien : Seperti biasa Dok, jongkok...

Penjajahan


klik di atas untuk memperbesar gambar

cerita pengemis

Pengemis : Pak! Kasihani saya, saya orang bisu.
Bapak : Lho? Orang bisu kok bisa berbicara?
Pengemis : Eh, salah! Orang tuli, Pak!
Bapak : Kok bisa mendengar?
Pengemis : Eh, bukan! Orang buta, Pak!
Bapak : (Sambil mengeluarkan uang receh)Tidak ada duit!!
Pengemis : Itu ada ratusan tiga, Pak!
Bapak : Katanya buta, kok bisa melihat?
Pengemis : Salah lagi. Orang gila, Pak!!

Tragedi Duren...

Ceritanya waktu saya mau tes di satu BUMN. Kebetulan ada teman dari sby (tanpa jk) yang kelimpungan bagaimana bisa ikut tes di jgj padahal ia tanpa sanak keluarga, tanpa teman, tanpa pernah tahu jgj itu seperti apa. singkatnya ia benar2 buta jogja, eh jgj. Teman saya itu perempuan, bernama nova.

Sebagai teman yg baik, jelas dong saya link temen saya ntu ke sahabat lain di jogja. dapet! ia tinggal di tempat endang. Nah singkat cerita, nova ingin berbaik hati kepada endang dengan membelikan durian. kamipun langung menuju depan TVRI jgj untuk membeli durian. satu petruk, satu lokal dengan harga cukup murah 60 ribu rupiah.

Di tempat endang, kami berharap ekspresi mbak endang seperti, "waaaaahh... asik! Durian!" lalu durian itu menjawab, "yeeaaa, mbak endang! i'm yours" sambil melompat-lompat kecil dan tersenyum hingga seringai daging durian terlihat keluar menggemaskan. Itu respon yg kami harapkan. Ternyata bukan!

Mbak endang berkomentar, "ih, kok durian sih? jangan! Kamu tahu nggak, tetangga sebelah alergi durian! pokoknya jangan dibuka. Makan di mana sana!"

Saya tak tahu, bagaimana hancurnya hati durian itu, eh temanku itu. Kita bingung dan diskusi, apa yang selanjutnya akan dilakukan. Nova tak berhenti merajuk, tapi terus gagal. Kamipun memikirkan ide untuk makan durian di tempat teman saya yg lain. Durian itu mungkin hampir menangis, karena tak bisa jadi jalan kebaikan. Yah bukan rezekinya...

Kejadian ini mengingatkan saya pada beberapa hal. Bahwa ternyata memberi, berbuat kebaikan sekecil apapun terkadang tak mudah. Bahwa seringkali orang melihat dengan sudut pandang yang lain. Terkadang orang lain memandang niat dan kebaikan kita secara berbeda. Dan terkadang kebaikan berbuah penolakan.

Bahwa saya bersyukur punya sahabat yang dermawan seperti nova, dan punya sahabat lain yang demikian santunnya kepada tetangga seperti mbak endang. Saya bersyukur, tragedi durian mengingatkanku pada satu rezeki yang tak ternilai harganya.... Dikelilingi sahabat yang berakhlaq baik. terima kasih Tuhan

Senin, 02 Februari 2009

Siapa Berani Mengharamkan Partai SEPILIS?

MUI baru-baru aja menggelontorkan segambreng fatwa kontroversial. Sama kontroversinya, fatwa inipun diterima di masyarakat juga secara kontroversi. Yah, orang Indonesia. Gak abis2 bahan lenongnya, ludruk, dan geguyonannya.

Fatwa2 itu adalah:
-Fatwa Mengharamkan Rokok; fatwa ini jelas ditentang oleh ahli hisap. Minimal kalo ia seorang kyai, cara mereka menolak yaitu dengan cara memakruhkan saja itu rokok. Ketimbang mulut gua asem  :hihi: %peace%
-Fatwa tentang Yoga. Tak terlalu kontroversial. Jadi kontroversial karena negara tetangge, yaitu Malaysia, udah lebih dulu mengharamkannya. Dengan catatan, jika ia menyertakan jampi2 agama laen.
-Fatwa tentang Memilih dalam Pemilu. Nah, ini paling kontroversial. Apalagi kalo bukan karena ini tahun pemilu. Jelas yg menentang adalah mereka yg punya rencana golput. Minimal memasukkan rencana itu dalam resolusi tahun baru 2009. Penting ya? :hihi:
ternyata "fatwa golput" tak hanya ditentang oleh mereka yg ahlulgolput, tapi juga pemikir sekuler, akademis yg gak makan 'kloso' pesantren, sampe guru pengamat politik (baru pengamat) karena tak diikutkan dalam penyusunan fatwa. Cz mereka merasa berkompeten dalam masalah politik ketimbang ulama.

Nah, sebelom ketiga fatwa itu keluar, ada satu fatwa yg tak kalah kontroversial. Yaitu fatwa tentang haramnya SEPILIS. Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme. Mereka yg menentang jelas adalah barisan yg make istilah itu dalam gerakannya. Misalnya, Ulil--kala itu menjabat koordinatar Jaringan Islam Liberal--yg menyebut fatwa MUI adalah fatwa bodoh... mungkin anggapan itu berlaku hingga sekarang bagi mereka yg secara "syar'i" memilih untuk golput. Misalnya saudara2 kita di HTI atau MMI. OK, MUI musuh bersama, setujukah?

Sekarang, kalau MUI konsisten dengan fatwa2nya, beranikah MUI mengharamkan untuk memilih partai yg jelas2 mengaku paling plural? Ente tahu ndri lah... partai mana aja. Mungkin tak satupun partai yg menganggap partainya sekuler, tapi sekelompok partai Islam pun dianggap sebagai partai sekuler. Gimana PDIP, Golkar? It's OK, pendapat. Artinya, sudah ada pandangan bahwa semua partai di Indonesia sebagai partai sekuler. Demokrasi kita demokrasi sekular.

Kalo MUI sampe mengharamkan partai SEPILIS, padahal ini adalah konsekuensi logis dari fatwa sebelumnya, maka boleh jadi tak satupun segolongan orang mengakui MUI sebagai lembaga kredibel. Kalangan Nasionalis berbondong2 memboikot MUI. Inilah yg saya sebut sebagai Penggembosan Otoritas Keagamaan. Karena semakin menjamurnya anggapan "ulama tak lagi dipercaya". Repotnya hidup di alam democrazy... tunggu aja waktu hancurnya.

Karena semakin menjamurnya anggapan "ulama tak lagi dipercaya", atau munculnya istilah ulama yg mengikuti pemerintah (bukan rasulullah--spt kata orang MMI), ulama hizbi dan sebutan2 lain yang tak kalah keren dari istilah yg diberikan orang liberal spt fundamentalis, radikal, etc. Akibatnya, tumbuh subur ashobiyah dan taqlid pada ulama dan syaikh aliran karena MUI dianggap memble. Sektarianisme tengah berlangsung?

Komen Anda? :)

SILAHKAN JUGA BERGABUNG DI PORTAL MYQURAN. KLIK SAJA JUDUL ARTIKEL INI

Jumat, 30 Januari 2009

WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)

Composed by Michael Heart
Copyright 2009

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Wajah Mbok Gudeg

(mode serius:ON)
Masih segar dalam ingatan Saya pengalaman di perempatan jokteng (pojok beteng kraton) waktu subuh. Saya menginjakan kaki di Kota Gudeg untuk kesekian kalinya. Tapi kali ini beda. Ada harapan membuncah tentang masa depan yang menyenangkan. Saya berniat kuliah di Jogja.

Turun dari bis Damri, Saya diajak paman untuk menikmati nasi gudeg yang dibawa oleh—biasa dipanggil—Mbok. Seorang nenek berusia sekitar 60 tahun itu menyajikan nasi gudeg untuk kami. Kami pun duduk beralas tikar bersama pengunjung lain. Lesehan. Bersama kami, ada juga tukang becak dan beberapa orang berpakaian rapi yang sudah siap sedari subuh untuk bekerja. Suasana yang egaliter. Dinginnya udara pagi dihangatkan pula dengan segelas teh pengikut “sarapan subuh.”

Saya merasakan hari itu adalah sarapan pagi yang tidak biasa. Ada ketenangan sekaligus suasana guyub. Mbok gudeg selalu melayani pelanggannya dengan ramah. Satu demi satu pengunjung ditanya tentang lauk apa yang diinginkan dan diakhiri dengan kata “monggo”. Bahasa jawa halus untuk mempersilahkan orang lain melakukan sesuatu—menikmati gudeg. Sajiannya juga begitu sederhana. Kami makan di atas daun pisang yang beralaskan piring. Nikmat. Suasana yang tak saya dapatkan di kota Jakarta.
Yang paling saya suka dari masakan Mbok Gudeg adalah jangan rambak (sayur kerupuk kulit) yang gurih, ditambah sedikit rasa pedas. Perpaduannya dengan gudegnya itu cocok banget. Apalagi aroma yang keluar ketika hidangan panas memenuhi daun pisang. Kalau saja waktu itu ada Pak Bondan Winarno hampir pasti ia bakal mengomentari dengan khas, mak nyuss!

Inilah yang disukai oleh banyak orang dari suasana Jogja. Selain khasnya rasa gudeg, ada kekhasan lain seperti keramahan, egaliter, suasana yang adem, penuh penerimaan hidup, dan ketenangan. Idealitanya orang Jogja, sesuatu yang bukan sekadar penampilan wisata budaya yang artifisial.

Suasana guyub tapi juga adem itu mungkin tidak akan Anda dapatkan jika berjalan-jalan di sekitar malioboro di siang hari. Kawasan itu sudah terlalu ramai, sumpek, banyak mobil dan motor, juga lebih bising. Kekhasan malioboro sebagai cagar budaya sudah ditelan tingginya Mall Malioboro dan toko-toko. Banyak bangunan-bangunan keangkuhan yang menggantikan aslinya keramahan. Kawasan malioboro ini telah banyak berubah seiring bertambah tuanya kota Jogja. Meskipun begitu, ada sedikit bangunan tua yang masih berdiri.

Namun demikian, tak perlu khawatir kehilangan suasana ramah itu. Datangilah Jogja di waktu muda. Tak perlu mesin waktu untuk kembali, datanglah di saat dini, mungkin di hari libur sekitar selepas subuh. Di waktu itu, Jogja menawarkan wajah ramahnya yang asli. Perhatikanlah denyut aktivitas orang-orang tua seperti Mbok Gudeg yang semoga saja tetap eksis dan semangat diantara penyakit kapitalisme dan materialisme yang menjamur di masyarakat sekarang. Wajah-wajah yang hampir tergusur dan direnggut oleh ‘kebutuhan’ untuk menjadi asing di rumahnya sendiri. Wajah-wajah asli Jogja itu.

Minggu, 25 Januari 2009

Dari Beranda

Alhamdulillah...

Di antara sela waktu dan kesibukan (emang punya kesibukan? Huss!), kesampean juga deh bikin blog. Terbata-bata, tapi syukurlah keinginan telah mengalahkan kebodohan. Satu blog sederhana--pake istilah blogger dot com--"diciptakan."

Bambu Bubrah. Apaan tuh? Gak tau! Selintas aja di pikiran, ketik! Entah kenapa harus Bambu, mungkin juga ia melambangkan kelenturan. Apapun yang diperlakukan sang hidup, ia tetap mengikuti. Tanpa pendirian? Nggak juga. Justru dari situlah ia menemukan kehidupan. Ia tak mudah patah, tak mudah tersungkur di tanah yang berlumpur dan memberatkan. Bambu begitu perkasa dalam fleksibilitas.

Bubrah? kenapa bubrah (hancur, rusak)? Itulah manusia. Ikhtiarnya mampu memecahkan banyak hal. Saya membacanya kemampuan manusia memecahkan banyak masalah. Bahkan untuk bambu yang tak mau tumbang di hadapan angin kehidupan. Manusia punya ikhtiar. Dan inilah blog tercipta... Semoga menjadi ikhtiar bagi kita untuk keluar dari segala masalah.

Akhirnya, di antara semilir angin dan rinai desir bambu yang tertiup, semoga Anda mendapatkan kelegaan dalam penemuan Bambu Bubrah. Survive dalam fleksibilitas, kuat dalam pemecahan. Amin.

salam,



ichsanku