Sabtu, 28 Maret 2009

Situ Gintung: Wisata Kesedihan yang Menumbuhkan



"Ketika kepenatan metropolitan semakin sesak, ketika tiada lagi tempat untuk menghirup segarnya udara pagi,

Disini,

di Pulau Situ Gintung

Kami memberikan kebebasan kepada anda untuk menghirup segarnya udara kami, ditengah-tengah rimbunnya hutan kota yang dikelilingi oleh riak air danau.

Disini,

tempat burung-burung bernyanyi riang dan harum rumput masih tercium."



Demikian petikan yang saya dapatkan langsung di situs web pengelola Situ Gintung. Kawasan ini berada di wilayah Kota Tangerang Selatan. Sebuah daerah pemekaran baru di provinsi Banten. Tapi keberadaannya sudah semenjak tahun 30-an. Jaman kompeni belanda masih bercokol di tanah air.

Anda dapat menikmati suasana camping, family gathering, pesta kebun, outbound, olah raga tenis, pemotretan, video shooting, video klip, iklan atau aktifitas lain yang Anda inginkan. Tempat wisata yang demikian indah itu kini rusak. Oleh tangan jahil manusia? Katakanlah tanam paksa ketika Situ itu mengering. Tak urung sang punya tangan, yang punya wewenang memperlakukan mereka bak anak kecil di tahun 60-an. Tanggul telah menunjukkan dirinya yang rapuh, yang harus diperbaiki.

Di Situ Gintung, kini kepenatan warga Jakarta dan Tangerang berganti dengan tangisan. Kesegaran itu menjadi amis kesedihan yang berbalut lumpur. Onggokkan tubuh dan rumah dan batang pohon pisang ataupun mobil yang ringsek menjadi perhiasan. Menggantikan riang itu... Menjadikan Situ Gintung liang air mata dan juga kubangan bukti. Betapa besar kekuatan Alam, betapa besar kuasa-Nya.

Dan air bah itu kemudian datang begitu saja. Mereka bingung karena dianggap bencana. Mereka hanya datang dan menyapa penduduk sebagai tetangga. Dan lagi-lagi manusia mengatakan kepada air bah sebagai bencana.

Dan air bah mencoba menyapa dengan sifatnya yang lembut. Betapa taatnya kepada sunatullah.... bahwa kewajiban mereka untuk mendatangi derajat yang merendah, bahwa kewajiban mereka mengisi kekosongan--emptiness, mereka hanya memperlakukan lingkungannya dengan caranya mengadaptasi. Dan lagi-lagi manusia mengatakan kepada air bah sebagai musibah.

Padahal, bukankah justru manusia yang teramat sering mengingkari sunatullah? tak mendatangi mereka yang rendah, miskin, sakit? tak mengisi hati mereka yang kosong? dan tidak pula mengadaptasi lingkungan? Dan lagi-lagi manusia mengatakan kepada musibah sebagai kemarahan Tuhan.

Dan Ibukota pun tak aman dari Tsunami yang tak hanya di pantai...
Wisata Situ Gintung, wisata kesedihan yang menumbuhkan hati nurani. Semoga...


Kunjungi saja:
Jl. Kertamukti
Pisangan Raya No. 121 Cirendeu, Ciputat
Tangerang 15419 Banten
INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih apresiasinya.... :)