Sabtu, 15 Januari 2011

Antara "Undo" dan Maaf


“Undo”, istilah ini pasti tak asing bagi mereka yang suka ngotak-atik dokumen—khususnya—desain grafis di komputer. Ia adalah pilihan untuk membatalkan perintah mulai dari yang terakhir. Contohnya, Anda salah menggaris atau membuat gambar, lalu dengan menekan pilihan “undo” atau--biasanya--menekan hotkeys di keyboard “ctrl-Z”, semuanya akan kembali seperti semula. Undo juga ada di game semacam solitaire di komputer. “Undo typing” juga merupakan fungsi membatalkan ketikan yang terakhir di dokumen program word. Dengan mengarahkan tetikus kepada “edit” lalu sub opsi “undo typing” di pojok kiri atas layar monitor dan menekannya, satu kesalahan ketikan saya baru saja dibatalkan. Itu yang bisa kita lakukan di dunia digital. Beberapa kesalahan saya yang terakhir seketika dibatalkan. “Undo”, adalah sistem sederhana yang seringkali terasa penting karena saya seringkali melakukan kesalahan dalam menggaris atau menggambar kalau lagi iseng-iseng mendesain.



Lalu coba bayangkan! Bagaimana halnya jika saya melakukan satu kesalahan di dunia nyata? Apa jadinya hidup kita jika setiap orang bisa melakukan undo? Mungkin saya akan melakukan undo hingga kesalahan terakhir saya ketika gagal melakukan tes di perusahaan terkenal. Mungkin juga ketika saya gagal menarik hati seorang gadis. Saya akan membatalkan ketika saya mengingkari janji dan menyebabkan satu kesedihan bagi orang lain. Mungkin juga Diponegoro takkan memenuhi permintaan Belanda untuk “rujuk” karena tahu di dalamnya ada pengkhianatan. Teman saya mengatakan, ia akan membatalkan satu kesalahan di saat menganjurkan sahabatnya untuk memilih bis dibandingkan kereta agar terhindar dari kecelakaan. Setiap musibah atau kerugian bisa “dibatalkan”.



Saya berpikir mungkin dunia akan begitu sempurna jika setiap diri kita melakukan “undo” di kehidupan nyata. Persis seperti di saat mengetik, saya akan menghapus kata demi kata atau lebih detil dari itu setiap karakter yang saya anggap sebagai satu kesalahan di muka. Hidup kita akan sempurna jika detil dalam hidup bisa diperbaiki.



Kenyataannya, saya tak bisa meng-cancel kesalahan saya. Tak bisa membalikan keadaan seperti sebelum melakukan kesalahan. Undo justru punya beberapa kekurangan. Boleh jadi, dunia ini justru mengalami kekacauan jika setiap orang mampu melakukan undo. Jika dua orang atau dua organisasi bersaing, maka masing-masing pihak melakukan undo. Kalau sudah begitu, tak ada yang akan terjadi karena setiap pihak akan membatalkan satu kesalahan dari sudut pandang masing-masing. Setiap pihak yang tak mau kalah akan menganggap jika kemenangan pihak lain adalah kesalahan di pihak mereka.



Ketidaksempurnaan itu berlanjut. Kalau didalami fungsinya, undo menghapus semua perbuatan. Bukan cuma kesalahan saja yang dibatalkan tetapi beberapa hal yang kita anggap benar juga terhapus. Lakukanlah undo beberapa kali hingga kita membatalkan kesalahan yang dimaksud. Pastinya beberapa hal yang benar juga terhapus. Undo hanyalah sistem yang tak mengenal benar salah. Ia tergantung pada penilaian masing-masing penggunanya. Ia hanya bekerja berdasarkan tata urutan kita melakukan perbuatan (kronologis).




Lalu apa yang harus kita lakukan jika kita melakukan kesalahan? Padahal setiap kesalahan adalah niscaya bagi manusia. Ternyata, Tuhan memberi satu software lain untuk satu atau lebih kesalahan manusia. Alat itu bernama “maaf” dan “ampunan”. Apa yang dilakukan manusia itu bisa dimaafkan dan diampuni jika ia memilihnya. Saya bisa meminta “opsi maaf” jika saya melakukan kesalahan pada orang lain. Saya bisa memberi maaf jika orang lain melakukan kesalahan kepada saya.



Maaf juga memiliki fungsi memperbaiki. Meski tak bisa menghapus kesalahan, maaf dapat mentoleransi kesalahan. Tentu kesalahan niscaya meninggalkan bekas. Kesalahan yang kita atau orang lain lakukkan akan selalu membekas, mungkin sepanjang hidup kita selanjutnya. Oleh karena itu, maaf membesarkan hati orang yang memberi dan menerimanya. Maaf adalah untuk mereka yang berjiwa ksatria. Mereka mentoleransi atas ingatan tentang kesalahan dan rasa sakit. Mereka orang yang mampu berjalan terus dalam kondisi itu. Jiwa pemaaf dan pemberi maaf adalah jiwa yang luar biasa.



Biasanya, orang ‘berani’ melakukan/meminta undo dan komputer langsung mengamini. Undo memang begitu mudah dilakukan. Tapi lain halnya dengan maaf. Maaf memiliki rintangan psikologis berupa ego karena ia berhadapan pada pihak yang hidup. Itu salah satu ‘kekurangan’ maaf, tapi justru di situlah esensinya.



Manusia meminta maaf kepada manusia lain dan manusia akan memohon kepada Tuhan sebuah ampunan jika mereka telah melakukan kesalahan kepada-Nya. Kita pun memohon agar maaf dan ampunan itu diberikan. Mungkin semudah komputer mengamini setiap undo yang kita minta. Kesalahan bisa dimaafkan dan kesalahan diganti dengan perbaikan. Pastinya, harus ada juga usaha keras untuk membuat segalanya menjadi lebih baik.



Maaf memiliki keunggulan dari undo. Sebab, maaf memiliki sesuatu yang oleh manusia disebut rasa. Maaf itu memiliki perasaan. Tidak seperti undo yang terasa garing, robotik, dan mekanis, maaf itu begitu manusiawi. Perasaan, satu perangkat yang tak terdapat pada komputer.



Pun begitu, tak semua orang untuk legawa dan mengakui kesalahan. Tak semua orang mampu menjadi satria untuk kesalahan yang diperbuat. Padahal, maaf hanya berlaku jika seseorang menyadari telah melakukan kesalahan. Pihak lain pun bisa memaafkan jika ia mengetahui kesalahan orang lain. Tak setiap orang sadar juga hakikat kemanusiaannya bahwa ia sering melakukan kesalahan. Maaf pun seringkali tak mudah untuk diberikan pada orang lain jika kesalahan itu dianggap sebagai kesalahan fatal.



Mari memberikan maaf pada setiap orang yang memohonnya. Mintalah maaf jika kita telah melakukan kesalahan. Keduanya dapat memberikan ketenangan, seperti ketenangan yang diberikan Allah ‘Azza wa Jalla karena Ia selalu berjanji akan memaafkan setiap kesalahan manusia, bahkan sebelum dan sesudah manusia melakukan kesalahan. Ketenangan itu juga bisa diperoleh jika kita telah memperbaiki kesalahan kita.



Maaf tak membuat dunia menjadi chaos atau membuat perbuatan benar kita terhapus. Bahkan maaf itu sendiri adalah kebaikan. Maaf, adalah sistem yang baik dalam keyboard kehidupan kita. Bersyukurlah karena manusia diijinkan memberi dan menerima maaf.

Wallahu a’lam wastaghfirullah.