Minggu, 19 Desember 2010

Kita semua adalah para bintang
yang sedang dalam proses menjadi.

Tetapi,
ada jiwa yang sedang memperlambat
......perjalanan naiknya sendiri
dengan rasa ragu, rasa tidak berhak,
dan mengesampingkan peran Tuhan
dalam kehidupannya.

Jadilah jiwa yang mempercepat
proses kebintangan Anda,
dengan menjadikan impian Anda
sebagai doa di hati,
dan menggunakan perilaku terbaik Anda
untuk menjadi bernilai bagi sesama.

Mario Teguh

Senin, 30 Agustus 2010

Sebuah "Intermezzo" tentang Cinta

Cinta..., cinta... Jika engkau datang dengan berlari kepada matahari pagi untuk mengatakan “aku baru saja berpisah dengan gelap”, maka itulah salah satu cara menggambarkan cinta. Ia kehangatan batin tanpa kehilangan sejuknya meski tadi malam dingin menusuk. Seperti juga yang dialami kembang merekah tanpa pula melupakan untaian segar embun yang sekarang mengalunginya meski hujan dan derai menyerang.

Cinta seakan keriangan kicau burung dengan kepakan sayap yang menghembus landai di antara bulu-bulunya setelah rumah tak rampungnya lemah menampung rintik hujan kemarin, ataupun cinta mewujud dalam kupu-kupu yang melupakan kepompongnya seraya mengatakan alangkah sempurnanya keseluruhanku, alangkah indahnya hidup ini, meski letih di sebelumnya dalam balutan sutra. Ia mendapati dirinya kini bermetamorfosis. Cinta... Ia menambah dirimu, ia memberi warna duniamu, seperti sayap kupu itu dan mereka...

Cinta..., ceritakanlah kembali kisah Qays yang merindu Layla, hingga cintanya kepada Layla membuat Qays compang-camping, tidak peduli diri sendiri, terancam dimakan harimau, bahkan menjadi gila setelah kepahitan demi kepahitan, akhirnya kematian dalam perpisahan. Cinta adalah pengorbanan tanpa tepi tapi itulah kekuatannya, kekuatan untuk tanpa letih berkorban. Ia jelmaan penderitaan yang sempurna lalu menjadi loncatan kuantum personalmu. Bahwa penderitaan sebanding dengan kebahagiaan, cinta menjadi kesyukuran mendalam di antara onak yang menusuk kulitmu ketika Tuhanmu mengatakan kepada jiwa yang tenang, “sujud dan mendekatlah...”(Qs. Al-'Alaq:19). Cinta adalah kekuatanmu untuk bersabar dalam kesakitan dan keindahan di kesudahannya, melebihi Qays kepada Layla.

Cinta..., bagi orang yang sangat kompleks cerdasnya atau yang tak tahu apa-apa akan mengatakan, “cinta itu tak bisa diungkap dengan kata-kata”. Itulah arti dari cinta yang kadang membuat antara orang pintar dan bodoh sulit dibedakan, wuikikik...

Cinta..., adalah diam yang dikatakan jamur-jamur merekah kepada hujan bahwa arang yang mereka tumbuhi sekarang, dulunya adalah kayu yang membakar dirinya karena cintanya pada terang. Ia tak mengatakan sesuatu, tetapi ia mati untuk memberi kehidupan. Ialah kematian para syuhada demi iman dan cintanya. Wallahu a’lam bishawwab.

Kamis, 26 Agustus 2010

PENGEN MULAI NULIS LAGI AAHHHH... :)

huahuahuaaa...
Saatnya menulis lagi! Tidak hanya menjadi penulis lepas alias freelance di Facebook. Tidak ingin sekadar disebut "Penulis Status".

Saya ingin menulis lagi, belajar lagi. Udah jarang baca nih, makanya rada sulit memulai satu tulisan pun. Banyak-banyak lagi ngetik, ngetik apapun, mulai dari sini. Apapun pengen gue tulis. Apalah, apapun gue tulis. Yang penting tulis! tulis! tulis.

sekarang gw emang bingung mau tulis apa, tapi disinilah intinya. karena segala sesuatu harus dimulai maka saya mulai dengan tulisan apapun. mbuh, apapun yang lewat di kepala. di kelapa. Ya, dibikin liar seliar-liarnya. Meski laper menyerang tetap bisa nulis. eh, ngetik. Yuuuuu' mari kita nulis. :) tunggu tulisan saya berikut. selepas saya belajar nulis lagi di sini.

see ya di tulisan saya berikutnya... eheh.. gak abis-abis. lumayan dapet berapa karakter. yang penting bisa upload di blog. hehehe... inilah keajaiban memulai. :) kalo diterusin gak abis-abis nih. meski gak ada yang baca yang penting tulis aja. gak tahu gimana endingnya. yang penting dapet berapa karakter. hehehe... lanjut aja terus menulis. biar yang laen bosen ma gue... kakakak...

Hah. jodoh lagi. ntar aja lah mikirinnya. heheh.. kok jadi nyambung kesana hehehe...

lumayan dapet berapa karakter tuh. hehehe... liar liar liar...

terus terus terus. biarin kalo bosen. kakakak.... yang penting nulis. kagak terlalu dipikirin apa kata orang hahahah... biarin bosen bosen bosen. biarin biarin biarin!

kalo gak suka gak usah ma gue. ^_^v

Lumayan dapet karakter banyaakkk hehehehe.... biarin biarin biarin... yang penting nulis kakakakak... jadi kebawa bawa karakter di facebook neh. kikikik... biarin yang penting enak. ngalir seliar-liarnya. :)

udah dulu ah, kalo bukan karena fasilitas kantor. gak selesai2 hehehe....

Piss..

Selasa, 02 Maret 2010

Sejumput Kenangan dari Selaksa Cinta Bapak

Dan masih terus teringat kenangan saat badan mungilku di lingkaran gendongan tangan bapak. Ketika itu dengan bangganya saya mengatakan "Golkar, sat!" atas keliru mengatakan "Golkar, sah!"

Bapak selalu mengajak saya ke banyak acara. Mulai dari penghitungan suara di pemilu jaman orba sampai jalan-jalan naik perahu motor ke pulau dari tanjung pasir (jalan2 kok naik perahu? jalan-jalan di perahu juga sih). Bapak selalu menghadirkan pengalaman baru. Kenangan itu mengalir di kemudian hari menjadi hikmah kental dari berbagai macam fluida kepahitan pengalaman hidupnya. Yang pastinya selalu lengket, melekat, dan susah untuk diangkat dari memori.

"Bapakmu itu orang baik. Dia selalu menolong tetangganya, keluarganya. Suka menolong orang-orang. Mungkin satu waktu kamu ditolong orang lantaran kebaikan bapakmu" begitu kata seorang tetangga. Dan banyak orang mengatakan hal serupa untuk selaksa kasih yang ditawarkan bapak kepada kerabat dan sejawatnya.

Dan kebanggaan itu tak terbantahkan karena bapak menjadi punggung, menawarkan senyum ramah khasnya yang familiar itu, juga cerita dari ibu tentang terpaksa menjadi kuli bangunan di Tangerang. Hal lain yang tak kalah pentingnya, bapak sering mendokumentasikan aktivitas menariknya dalam foto--hingga foto pacar-pacarnya. Hmm...

Bapak, beliau juga pernah marah. Dan kemarahan yang terasa adil itu tak pernah sejengkal pun meninggalkan bekas aniaya. Kemarahannya seringkali dalam diam, tapi beribu kesan yang mengalir tersampaikan, mendalam. Meski harus bertahun kami untuk mengerti; ternyata beliau orang yang menghormati keluarganya.

Bapak, kadang kami goreskan sakit di hatinya. Luka yang tidak kami tahu seberapa dalam. Dan melihat beliau menangis. Demi Allah yang menguasai hati kami, beliau memaafkan semburat kedurhakaan anak-anaknya. Memberi maaf dengan pelukan. Sekali dengan air mata...

Hingga sampailah pada satu momen monumental di benak hati saya. Di saat wajah yang selama ini tampak selalu tersenyum ramah kepada sanak kerabatnya semakin memucat. Memutih, dingin, tapi demikian bagus ronanya. Dan mengalirlah air yang bercampur jutaan tetesan perasaanku yang menyertainya untuk terakhir kalinya di wajah bapak. Memandikannya di atas dipan. Tampak ikut lapuk kayunya seiring tangisan dan bismillah kami... Jenazah bapak yang kusisir helai-demi-helai rambutnya, beserta simpuh permohonan ampunan dan pinta maafku di dalamnya.

Tapi tak sedikitpun air melarutkan segenap kebaikan yang beliau pahat, terlihat dari ratusan wajah yang menjadi saksi. Tak mampu angin mengusir keramahan beliau meski sudah dalam kenangan. Dan juga bunga kamboja dan juga tanah yang merah, kebaikan-kebaikan itu nyata dan tak terlupakan.

Doa kami untuk selaksa cinta engkau...
AMIN