Senin, 30 Agustus 2010

Sebuah "Intermezzo" tentang Cinta

Cinta..., cinta... Jika engkau datang dengan berlari kepada matahari pagi untuk mengatakan “aku baru saja berpisah dengan gelap”, maka itulah salah satu cara menggambarkan cinta. Ia kehangatan batin tanpa kehilangan sejuknya meski tadi malam dingin menusuk. Seperti juga yang dialami kembang merekah tanpa pula melupakan untaian segar embun yang sekarang mengalunginya meski hujan dan derai menyerang.

Cinta seakan keriangan kicau burung dengan kepakan sayap yang menghembus landai di antara bulu-bulunya setelah rumah tak rampungnya lemah menampung rintik hujan kemarin, ataupun cinta mewujud dalam kupu-kupu yang melupakan kepompongnya seraya mengatakan alangkah sempurnanya keseluruhanku, alangkah indahnya hidup ini, meski letih di sebelumnya dalam balutan sutra. Ia mendapati dirinya kini bermetamorfosis. Cinta... Ia menambah dirimu, ia memberi warna duniamu, seperti sayap kupu itu dan mereka...

Cinta..., ceritakanlah kembali kisah Qays yang merindu Layla, hingga cintanya kepada Layla membuat Qays compang-camping, tidak peduli diri sendiri, terancam dimakan harimau, bahkan menjadi gila setelah kepahitan demi kepahitan, akhirnya kematian dalam perpisahan. Cinta adalah pengorbanan tanpa tepi tapi itulah kekuatannya, kekuatan untuk tanpa letih berkorban. Ia jelmaan penderitaan yang sempurna lalu menjadi loncatan kuantum personalmu. Bahwa penderitaan sebanding dengan kebahagiaan, cinta menjadi kesyukuran mendalam di antara onak yang menusuk kulitmu ketika Tuhanmu mengatakan kepada jiwa yang tenang, “sujud dan mendekatlah...”(Qs. Al-'Alaq:19). Cinta adalah kekuatanmu untuk bersabar dalam kesakitan dan keindahan di kesudahannya, melebihi Qays kepada Layla.

Cinta..., bagi orang yang sangat kompleks cerdasnya atau yang tak tahu apa-apa akan mengatakan, “cinta itu tak bisa diungkap dengan kata-kata”. Itulah arti dari cinta yang kadang membuat antara orang pintar dan bodoh sulit dibedakan, wuikikik...

Cinta..., adalah diam yang dikatakan jamur-jamur merekah kepada hujan bahwa arang yang mereka tumbuhi sekarang, dulunya adalah kayu yang membakar dirinya karena cintanya pada terang. Ia tak mengatakan sesuatu, tetapi ia mati untuk memberi kehidupan. Ialah kematian para syuhada demi iman dan cintanya. Wallahu a’lam bishawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terimakasih apresiasinya.... :)