Sabtu, 28 Februari 2009

Yang Baru Gila

akhirnya saya menemukan kalimat itu!

Di suatu pagi, ketika mata masih belek (dikit kok), mulut masih bau naga, tapi pikiran masih penuh dengan ketenangan, dan--biasa--'adik kecil' lagi semangatnya (penting ya diomongin?), saya mendapat judul pas buat blog saya....

"Di Ambang Kegilaan". Itu dia, pengganti Bambu Bubrah. Muncul lantaran semalam sebelumnya baru baca Spiritual Capital Danah Zohar dan Ian Marshall.

Bahwa untuk mencapai transformasi spiritual ada beberapa syarat yang harus dikuasai. Maqom yang paling mendasar adalah kesadaran akan diri, pengenalan diri. Namun saya mulai tertarik ketika Zohar & Marshall menjelaskan tentang 'maqom' spiritual Generativitas. Seorang master memang harus menguasai paradigma yang dipegangnya. Tapi seorang dengan tingkatan Generativitas, Pengabdian yang Lebih tinggi, harus mampu kreatif, inovatif, nggilani, bahkan membongkar paradigmanya sendiri dan menggantinya dengan yang lebih baik.

Singkat kata, untuk itulah saya mulai harus 'gila', mulai mencipta, berusaha kreatif, dan mengganti judul blog ini. Konon, dalam studi tentang frekuensi aliran listrik di otak, antara orang gila dan orang kreatif itu berbeda tipis tingkatan frekuensinya. Maka, jika saya tak mampu jadi 'gila', and simply having some madness, di ambang kegilaan saja sudah cukup.

Oleh karenanya, selamat menikmati blog orang yang berada di ambang kegilaan ini. Semoga menjadi sarana transformasi spiritual bagi kita semua. Amin.

Sabtu, 21 Februari 2009

Pasien dan Dokter (1)

percakapan antara dokter dengan seorang pasien yg terkena muntaber.

Dokter : Sakit apa?

Pasien : Anu dok, mual-mual dan muntah-muntah...

Dokter : Buang air besarnya bagaimana?

Pasien : Seperti biasa Dok, jongkok...

Penjajahan


klik di atas untuk memperbesar gambar

cerita pengemis

Pengemis : Pak! Kasihani saya, saya orang bisu.
Bapak : Lho? Orang bisu kok bisa berbicara?
Pengemis : Eh, salah! Orang tuli, Pak!
Bapak : Kok bisa mendengar?
Pengemis : Eh, bukan! Orang buta, Pak!
Bapak : (Sambil mengeluarkan uang receh)Tidak ada duit!!
Pengemis : Itu ada ratusan tiga, Pak!
Bapak : Katanya buta, kok bisa melihat?
Pengemis : Salah lagi. Orang gila, Pak!!

Tragedi Duren...

Ceritanya waktu saya mau tes di satu BUMN. Kebetulan ada teman dari sby (tanpa jk) yang kelimpungan bagaimana bisa ikut tes di jgj padahal ia tanpa sanak keluarga, tanpa teman, tanpa pernah tahu jgj itu seperti apa. singkatnya ia benar2 buta jogja, eh jgj. Teman saya itu perempuan, bernama nova.

Sebagai teman yg baik, jelas dong saya link temen saya ntu ke sahabat lain di jogja. dapet! ia tinggal di tempat endang. Nah singkat cerita, nova ingin berbaik hati kepada endang dengan membelikan durian. kamipun langung menuju depan TVRI jgj untuk membeli durian. satu petruk, satu lokal dengan harga cukup murah 60 ribu rupiah.

Di tempat endang, kami berharap ekspresi mbak endang seperti, "waaaaahh... asik! Durian!" lalu durian itu menjawab, "yeeaaa, mbak endang! i'm yours" sambil melompat-lompat kecil dan tersenyum hingga seringai daging durian terlihat keluar menggemaskan. Itu respon yg kami harapkan. Ternyata bukan!

Mbak endang berkomentar, "ih, kok durian sih? jangan! Kamu tahu nggak, tetangga sebelah alergi durian! pokoknya jangan dibuka. Makan di mana sana!"

Saya tak tahu, bagaimana hancurnya hati durian itu, eh temanku itu. Kita bingung dan diskusi, apa yang selanjutnya akan dilakukan. Nova tak berhenti merajuk, tapi terus gagal. Kamipun memikirkan ide untuk makan durian di tempat teman saya yg lain. Durian itu mungkin hampir menangis, karena tak bisa jadi jalan kebaikan. Yah bukan rezekinya...

Kejadian ini mengingatkan saya pada beberapa hal. Bahwa ternyata memberi, berbuat kebaikan sekecil apapun terkadang tak mudah. Bahwa seringkali orang melihat dengan sudut pandang yang lain. Terkadang orang lain memandang niat dan kebaikan kita secara berbeda. Dan terkadang kebaikan berbuah penolakan.

Bahwa saya bersyukur punya sahabat yang dermawan seperti nova, dan punya sahabat lain yang demikian santunnya kepada tetangga seperti mbak endang. Saya bersyukur, tragedi durian mengingatkanku pada satu rezeki yang tak ternilai harganya.... Dikelilingi sahabat yang berakhlaq baik. terima kasih Tuhan

Senin, 02 Februari 2009

Siapa Berani Mengharamkan Partai SEPILIS?

MUI baru-baru aja menggelontorkan segambreng fatwa kontroversial. Sama kontroversinya, fatwa inipun diterima di masyarakat juga secara kontroversi. Yah, orang Indonesia. Gak abis2 bahan lenongnya, ludruk, dan geguyonannya.

Fatwa2 itu adalah:
-Fatwa Mengharamkan Rokok; fatwa ini jelas ditentang oleh ahli hisap. Minimal kalo ia seorang kyai, cara mereka menolak yaitu dengan cara memakruhkan saja itu rokok. Ketimbang mulut gua asem  :hihi: %peace%
-Fatwa tentang Yoga. Tak terlalu kontroversial. Jadi kontroversial karena negara tetangge, yaitu Malaysia, udah lebih dulu mengharamkannya. Dengan catatan, jika ia menyertakan jampi2 agama laen.
-Fatwa tentang Memilih dalam Pemilu. Nah, ini paling kontroversial. Apalagi kalo bukan karena ini tahun pemilu. Jelas yg menentang adalah mereka yg punya rencana golput. Minimal memasukkan rencana itu dalam resolusi tahun baru 2009. Penting ya? :hihi:
ternyata "fatwa golput" tak hanya ditentang oleh mereka yg ahlulgolput, tapi juga pemikir sekuler, akademis yg gak makan 'kloso' pesantren, sampe guru pengamat politik (baru pengamat) karena tak diikutkan dalam penyusunan fatwa. Cz mereka merasa berkompeten dalam masalah politik ketimbang ulama.

Nah, sebelom ketiga fatwa itu keluar, ada satu fatwa yg tak kalah kontroversial. Yaitu fatwa tentang haramnya SEPILIS. Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme. Mereka yg menentang jelas adalah barisan yg make istilah itu dalam gerakannya. Misalnya, Ulil--kala itu menjabat koordinatar Jaringan Islam Liberal--yg menyebut fatwa MUI adalah fatwa bodoh... mungkin anggapan itu berlaku hingga sekarang bagi mereka yg secara "syar'i" memilih untuk golput. Misalnya saudara2 kita di HTI atau MMI. OK, MUI musuh bersama, setujukah?

Sekarang, kalau MUI konsisten dengan fatwa2nya, beranikah MUI mengharamkan untuk memilih partai yg jelas2 mengaku paling plural? Ente tahu ndri lah... partai mana aja. Mungkin tak satupun partai yg menganggap partainya sekuler, tapi sekelompok partai Islam pun dianggap sebagai partai sekuler. Gimana PDIP, Golkar? It's OK, pendapat. Artinya, sudah ada pandangan bahwa semua partai di Indonesia sebagai partai sekuler. Demokrasi kita demokrasi sekular.

Kalo MUI sampe mengharamkan partai SEPILIS, padahal ini adalah konsekuensi logis dari fatwa sebelumnya, maka boleh jadi tak satupun segolongan orang mengakui MUI sebagai lembaga kredibel. Kalangan Nasionalis berbondong2 memboikot MUI. Inilah yg saya sebut sebagai Penggembosan Otoritas Keagamaan. Karena semakin menjamurnya anggapan "ulama tak lagi dipercaya". Repotnya hidup di alam democrazy... tunggu aja waktu hancurnya.

Karena semakin menjamurnya anggapan "ulama tak lagi dipercaya", atau munculnya istilah ulama yg mengikuti pemerintah (bukan rasulullah--spt kata orang MMI), ulama hizbi dan sebutan2 lain yang tak kalah keren dari istilah yg diberikan orang liberal spt fundamentalis, radikal, etc. Akibatnya, tumbuh subur ashobiyah dan taqlid pada ulama dan syaikh aliran karena MUI dianggap memble. Sektarianisme tengah berlangsung?

Komen Anda? :)

SILAHKAN JUGA BERGABUNG DI PORTAL MYQURAN. KLIK SAJA JUDUL ARTIKEL INI